Berita Inspektorat
Perlindungan Hukum terhadap Pelapor Tindak Pidana Korupsi Gratifikasi
Dari berbagai jenis korupsi yang diatur dalam undang-undang gratifikasi merupakan suatu hal yang relatif baru dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi (Muhardiansyah, Zulaih dan Susilo, 2010, p. iii) sehingga dapat disimpulkan bahwa gratifikasi adalah bentuk korupsi yang paling baru. Fakta ini selaras dengan pengetahuan masyarakat yang juga masih kecil tentang apa itu gratifikasi, ruang lingkup, dan contohnya dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih lagi, di dalam Undang-undang Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi bahwa setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Dari pasal tersebut banyak masyarakat yang bingung membedakan antara suap dan gratifikasi. Pada dasarnya, perbedaan antara kedua hal ini terletak pada adanya kesepakatan atau meeting of minds. Suap merupakan tindakan transaksional untuk mencapai keuntungan bersama, sementara gratifikasi adalah hal yang sifatnya tidak dapat dihindari karena terjadi setelah seseorang melaksanakan kewajiban atau tugasnya.
Dalam wilayah Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur,
pedoman pengendalian gratifikasi telah diatur pada Peraturan Gubernur
Nomor 56 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi di
Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Prinsip dasar serta
batasan pemberian yang tidak termasuk gratifikasi juga telah disebutkan
dalam peraturan tersebut. Untuk memberantas korupsi jenis ini, perlu
adanya kesadaran dari diri pegawai/penyelenggara negara/pejabat publik
lainnya agar melaporkannya ke pihak yang berwenang mengkoordinasikan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yaitu
Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).
Kita
dapat menggolongkan pelaporan dalam memberantas gratifikasi ke dalam
dua bentuk. Pertama, sebagai masyarakat yang melihat dan tidak terlibat
langsung atas tindakan gratifikasi atau dugaan tindakan gratifikasi,
maka saksi pelapor dapat melaporkannya melalui Whistle Blowing System.
Kedua, sebagai penerima barang gratifikasi langsung, baik menerima
ataupun menolak objek gratifikasi, dapat menyampaikan tindakan tersebut
ke KPK melalui e-mail, datang langsung, atau Aplikasi Gratifikasi Online
(GOL) atau melalui Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) yang ada di
wilayahnya. Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) merupakan perpanjangan
tangan dari KPK agar mampu menjangkau lebih jauh tindakan korupsi yang
mungkin ada di wilayah tertentu.
Menurut
data statistik dari situs KPK, sejak 2019 ke 1 Oktober 2021 jumlah
pelapor gratifikasi mengalami penurunan sebesar 43,8%, dari 2.881
menjadi 1.503 pelapor. Hal ini sejalan dengan Corruption Perception
Index Indonesia yang mengalami peningkatan sejak 2019 dari skor 85
menjadi 102 di 2020. Fakta ini menandakan bahwa kasus korupsi di
Indonesia semakin berkurang. Namun, bagaimana jika kabar bahagia ini
muncul karena justru masyarakat Indonesia yang tidak mau atau takut
untuk melaporkan tindakan korupsi atau dugaan tindakan korupsi? Maka
dari itu, masyarakat Indonesia perlu membekali diri dengan edukasi hukum
yang berlaku di negaranya.
Pelapor
dan saksi pelapor gratifikasi memiliki hak perlindungan hukum. UUD 1945
Pasal 28G ayat 1 yang berbunyi Setiap orang berhak atas perlindungan
diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di
bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi menjadi dasar hukum tertinggi perlindungan pelapor
dan saksi pelapor di Indonesia.
Kemudian
diatur lebih lanjut pada pasal 15 UU KPK yang menyebutkan bahwa KPK
berkewajiban memberi perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang
menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya
Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Selain
itu, hal ini juga telah diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006
tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang perwujudannya dilaksanakan
oleh Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK). Pelapor dan saksi pelapor
gratifikasi yang menghadapi potensi ancaman, baik yang bersifat fisik
ataupun psikis, termasuk ancaman terhadap karir pelapor dapat mengajukan
permintaan perlindungan kepada KPK atau LPSK.
Pada
pasal 17 Pergub Kaltim 56/2017 juga menyebutkan secara jelas bahwa
pelapor gratifikasi berhak mendapat perlindungan hukum, meliputi:
a.
Perlindungan dari tindakan balasan atau perlakuan yang bersifat
administratif kepegawaian yang tidak objektif dan merugikan
pelapor, namun tidak terbatas pada penurunan peringkat
jabatan, penurunan penilaian kinerja pegawai, usulan
pemindahan tugas/mutasi atau hambatan karir lainnya;
b. Pemindahtugasan/mutasi bagi pelapor dalam hal timbul intimidasi atau ancaman fisik
c. Bantuan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku di lingkungan Pemprov Kaltim dan
d. Kerahasiaan identitas.
Sebaliknya, jika:
1. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau
janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; dan atau
2. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan
sesuatu, membayar, atau menerima bayaran dengan potongan, atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,
akan dikenakan sanksi sesuai Pasal 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001
pidana
penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling
lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling
banyak Rp 1 miliar.
Maka dari itu, masyarakat tidak perlu ragu
lagi untuk melaporkan tindak pidana korupsi yang ada di sekitarnya agar
terwujud pemerintahan yang bebas korupsi.
Sumber:
Muhardiansyah,
Zulaiha, dan Susilo, 2010, Buku Saku Memahami Gratifikasi. Jakarta:
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia
Statistik Gratifikasi, 1 Oktober 2021, https://www.kpk.go.id/id/statistik/gratifikasi
Wana Alamsyah, 2021, Kinerja Penindakan Kasus Korupsi Tahun 2020
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-undang
Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Peraturan
Gubernur Kalimantan Timur Nomor 56 Tahun 2017 tentang Pedoman
Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan
Timur