IMG-LOGO
Home Arsip Berita Perlindungan Hukum terhadap Pelapor Tindak Pidana Korupsi Gratifikasi
Berita Inspektorat

Perlindungan Hukum terhadap Pelapor Tindak Pidana Korupsi Gratifikasi

by Sekretariat - Senin, 22-11-2021 40413 Dibaca
IMG

        Dari berbagai jenis korupsi yang diatur dalam undang-undang gratifikasi merupakan suatu hal yang relatif baru dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi (Muhardiansyah, Zulaih dan Susilo, 2010, p. iii) sehingga dapat disimpulkan bahwa gratifikasi adalah bentuk korupsi yang paling baru. Fakta ini selaras dengan pengetahuan masyarakat yang juga masih kecil tentang apa itu gratifikasi, ruang lingkup, dan contohnya dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih lagi, di dalam Undang-undang Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi bahwa setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Dari pasal tersebut banyak masyarakat yang bingung membedakan antara suap dan gratifikasi. Pada dasarnya, perbedaan antara kedua hal ini terletak pada adanya kesepakatan atau meeting of minds. Suap merupakan tindakan transaksional untuk mencapai keuntungan bersama, sementara gratifikasi adalah hal yang sifatnya tidak dapat dihindari karena terjadi setelah seseorang melaksanakan kewajiban atau tugasnya.

Dalam wilayah Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, pedoman pengendalian gratifikasi telah diatur pada Peraturan Gubernur Nomor 56 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Prinsip dasar serta batasan pemberian yang tidak termasuk gratifikasi juga telah disebutkan dalam peraturan tersebut. Untuk memberantas korupsi jenis ini, perlu adanya kesadaran dari diri pegawai/penyelenggara negara/pejabat publik lainnya agar melaporkannya ke pihak yang berwenang mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yaitu Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).


        Kita dapat menggolongkan pelaporan dalam memberantas gratifikasi ke dalam dua bentuk. Pertama, sebagai masyarakat yang melihat dan tidak terlibat langsung atas tindakan gratifikasi atau dugaan tindakan gratifikasi, maka saksi pelapor dapat melaporkannya melalui Whistle Blowing System. Kedua, sebagai penerima barang gratifikasi langsung, baik menerima ataupun menolak objek gratifikasi, dapat menyampaikan tindakan tersebut ke KPK melalui e-mail, datang langsung, atau Aplikasi Gratifikasi Online (GOL) atau melalui Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) yang ada di wilayahnya. Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) merupakan perpanjangan tangan dari KPK agar mampu menjangkau lebih jauh tindakan korupsi yang mungkin ada di wilayah tertentu.

        Menurut data statistik dari situs KPK, sejak 2019 ke 1 Oktober 2021 jumlah pelapor gratifikasi mengalami penurunan sebesar 43,8%, dari 2.881 menjadi 1.503 pelapor. Hal ini sejalan dengan Corruption Perception Index Indonesia yang mengalami peningkatan sejak 2019 dari skor 85 menjadi 102 di 2020. Fakta ini menandakan bahwa kasus korupsi di Indonesia semakin berkurang. Namun, bagaimana jika kabar bahagia ini muncul karena justru masyarakat Indonesia yang tidak mau atau takut untuk melaporkan tindakan korupsi atau dugaan tindakan korupsi? Maka dari itu, masyarakat Indonesia perlu membekali diri dengan edukasi hukum yang berlaku di negaranya.

        Pelapor dan saksi pelapor gratifikasi memiliki hak perlindungan hukum. UUD 1945 Pasal 28G ayat 1 yang berbunyi Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi menjadi dasar hukum tertinggi perlindungan pelapor dan saksi pelapor di Indonesia.

        Kemudian diatur lebih lanjut pada pasal 15 UU KPK yang menyebutkan bahwa KPK berkewajiban memberi perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

        Selain itu, hal ini juga telah diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang perwujudannya dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK). Pelapor dan saksi pelapor gratifikasi yang menghadapi potensi ancaman, baik yang bersifat fisik ataupun psikis, termasuk ancaman terhadap karir pelapor dapat mengajukan permintaan perlindungan kepada KPK atau LPSK.

        Pada pasal 17 Pergub Kaltim 56/2017 juga menyebutkan secara jelas bahwa pelapor gratifikasi berhak mendapat perlindungan hukum, meliputi:


a.     Perlindungan dari tindakan balasan atau perlakuan yang bersifat administratif kepegawaian yang        tidak objektif dan merugikan pelapor, namun tidak terbatas pada penurunan peringkat jabatan,            penurunan penilaian kinerja pegawai, usulan pemindahan tugas/mutasi atau hambatan karir lainnya;

b.     Pemindahtugasan/mutasi bagi pelapor dalam hal timbul intimidasi atau ancaman fisik

c.     Bantuan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku di lingkungan Pemprov Kaltim dan

d.     Kerahasiaan identitas.


  Sebaliknya, jika:

  1. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; dan atau

  2. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima bayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,

akan dikenakan sanksi sesuai Pasal 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001
pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Maka dari itu, masyarakat tidak perlu ragu lagi untuk melaporkan tindak pidana korupsi yang ada di sekitarnya agar terwujud pemerintahan yang bebas korupsi.

Sumber:

Muhardiansyah, Zulaiha, dan Susilo, 2010, Buku Saku Memahami Gratifikasi. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia

Statistik Gratifikasi, 1 Oktober 2021, https://www.kpk.go.id/id/statistik/gratifikasi

Wana Alamsyah, 2021, Kinerja Penindakan Kasus Korupsi Tahun 2020

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 56 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur