SAMARINDA – Sebanyak 32 pejabat fungsional di lingkungan Inspektorat Provinsi dan Inspektorat kabupaten/kota se-Kaltim mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Audit Investigasi yang berlangsung selama lima hari mulai Senin (31/8/2020).
Kegiatan hasil kerjasama Inspektorat Kaltim dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ini dilakukan dengan sistem pembelajaran tatap muka jarak jauh (webinar) menyesuaikan peraturan protokol kesehatan dimasa pandemi.
Sekretaris Inspektorat Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan, tujuan kegiatan diklat ini tak lain untuk meningkatkan kapasitas para pejabat fungsional di lingkungan Pemprov Kaltim khususnya berkaitan dengan proses pengadaan barang dan jasa, serta sebagai wujud komitmen Pemprov Kaltim untuk meningkatkan kapasitas Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP).
“Jadi pesertanya ini terdiri dari 12 pejabat fungsional dari Inspektorat Daerah (Itda) Provinsi dan 20 pejabat fungsional dari Inspektorat Daerah Kabupaten/Kota se-Kaltim. Biaya pelaksanaan diklat ini sepenuhnya ditanggung oleh Itda Provinsi Kaltim,” terang Noryani Sorayalita yang ditemui di ruang kerjanya, Senin (31/8/2020).
Latar belakang diklat ini adalah sebagai upaya meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi, terlebih kebijakan dalam bentuk peraturan perundang-undangan, perlu dukungan sumber daya manusia yang kompeten dengan keahlian, keterampilan dan pengalaman yang cukup dibidang penanganan atau pendeteksian korupsi atau kecurangan.
Menurutnya, diantara profesi yang memenuhi kriteria tersebut adalah auditor yang memiliki pengetahuan, kemampuan dan keterampilan di bidang audit investigatif. “Maka kemudian timbul pertanyaan, apakah para auditor di lingkungan APIP sudah memiliki kemampuan dan keterampilan di bidang audit investigatif? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka Pusdiklat Pengawasan BPKP menetapkan mata diklat audit investigatif, melengkapi kompetensi audit intern dalam diklat JFA (Jabatan Fungsional Auditor),” jelasnya.
Untuk diketahui, menurut Transparansi Internasional untuk 2017, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia menempati peringkat 96 dari 180 negara dengan skor 37. Ini menunjukan Indonesia masih memerlukan banyak perbaikan untuk membenahi sektor layanan publik yang dipersepsikan masih terjerat korupsi.
IPK ini adalah daftar susunan dengan skala 0 sampai 100 (metode baru), dimana 0 mengindikasikan level korupsi yang tinggi dan 100 untuk level yang rendah. Indonesia memiliki indeks sebesar 37 diperingkat 96, setingkat dengan Brazil, Kolumbia, Panama, Peru, Thailand dan Zambia.
Dari 31 negara di regional Asia Pasifik, Indonesia berada di peringkat 17, tepat di bawah Timor Leste yang mendapat nilai indeks 33. Dibanding dengan Negara-negara di ASEAN, Indonesia sangat jauh tertinggal dari Singapura, Brunei dan Malaysia yang mendapat peringkat 6, 32, dan 62 dari 180 negara.